BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Aktivitas pasar modal di Indonesia telah berlangsung cukup lama yaitu
sejak tahun 1912, dan ketika itu masih dilakukan sepenuhnya oleh
penjajahan Belanda. Pada saat itu, efek yang di perdagangkan ialah saham
dan obligasi milik perusahaan dan pemerintahan Hindia Belanda. Setelah
melewati masa kemerdekaan, pemerintahan Indonesia mengambil alih dan
meneruskan kembali perdagangan efek yang telah dirintis oleh
pemerintahan Hindia Belanda itu.
Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat
pesat terutama setelah pemerintahan melakukan berbagai regulasi di
didang keuangan dan perbankkan termasuk pasar modal. Para pelaku di
pasar modal telah menyadari bahwa perdagangan efek dapat memberikan
return yang cukup baik bagi mereka, dan sekaligus memberikan konsribusi
yang besar bagi perkembangan perekonomian negara kita
Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian
nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan
perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional
sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di
Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing.
Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing
dengan pemodal lokal.
Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan
sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan
fluktuasi dan merugikan investor minoritas.
Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan bank yang
mempunyai kegitan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain itu juga
merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli
efek dan perusahan publik yang berkaitan dengan efek. Dengan demikian
pasar modal dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli modal /
dana.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan judul makalah ini “Pasar Modal” terkait dengan pengertian,
peranan, fungsi, serta perkembangannya di Indonesia. Berkaitan dengan
judul tersebut maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.1. Sejarah pasar modal
1.2. Ruang lingkup pasar modal
1.3. Peranan serta fungsi dari pasar modal
1.4. Perkembangan pasar modal
1.5. Mengenal Saham dan Obligasi
1.3 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi nilai Mata Kuliah Bank Lembaga
Keuangan dan untuk dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca
mengenai Pasar Modal. Selain itu dapat pula dijadikan sebagai referensi
bacaan bagi para mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PASAR MODAL
Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad
XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs
mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua
keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang
dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan
obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja),
sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh
kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda
lainnya (Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta,2006,hal4).
Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di
kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925). Perkembangan
pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF
1,4 milyar, pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami
penyurutan akibat Perang Dunia II. Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda
mengambil kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan
menutup bursa efek di Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940,
secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup.
Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah mengeluarkan obligasi
Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar Modal
Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka
kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada
Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efeknya (PPUE). Namun pada tahun
1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat
konfrontasi pemerintah dengan Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru,
berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang
Rupiah. Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar
modal. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam (Badan Pembina
Pasar Modal) dan PT Danareksa.
Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk Pasar
Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan Keppres
RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal
selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan. Pada tahun 1987-1988,
pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini
adalah: Paket Desember 1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988 (Pakto 88),
dan Paket Desember 1988 (Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini
menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga
kebijakan tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
B. RUANG LINGKUP PASAR MODAL
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang
(obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun
instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi
perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai
sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal
memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan
kegiatan terkait lainnya.
Pasar Modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk
mengingkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak
keuntungan. Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat
yang disebut juga sebagai investor. Para investor melakukan berbagai
tehnik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi
kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko
yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Pada pasar modal pelakunya dapat berupa perseorangan maupun organisasi / perusahaan.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti
saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen
derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.
Struktur pasar modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan
yang menunjuk Bapepam sebagai lembaga pemerintah yang melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Sementara itu, bursa
efek bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek
pihak lain dengan tujuan untuk memperdagangkan efek di antara mereka.
Marak dan rumitnya kegiatan pasar modal, menuntut adanya perangkat hukum
sehingga pasar lebih teratur, adil, dan sebagainya. Jadi hukum pasar
modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Di
Indonesia, terdapat UU Pasar Modal yaitu Undang-Undang Pasar Modal No. 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai
“kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena
pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan
dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar
modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan
modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi
masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham,
obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat
menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan
dan risiko masing-masing instrument.
Pasar Modal di Indonesia terdiri atas lembaga-lembaga sebagai berikut:
• Badan Pengawas Pasar Modal
• Bursa efek, saat ini ada dua: Bursa Efek JakartaBursa Efek Surabaya
namun sejak akhir 2007 Bursa Efek Surabaya melebur ke Bursa Efek Jakarta
sehingga menjadi Bursa Efek Indonesia dan
• Perusahaan efek
• Lembaga Kliring dan Penjaminan, saat ini dilakukan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI)
• Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT. KSEI)
•BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK)
adalah sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia
yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan
pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan. Kepala Bapepam-LK saat
ini adalah A. Fuad Rahmany.
Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan.
a. Fungsi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Fungsi Bapepam-LK ialah sebagi berikut :
Penyusunan dan penegakan peraturan di bidang pasar modal primer dan sekunder
Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha,
persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di
pasar modal;
Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian;
Penetapan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal;
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
Pelaksanaan kebijakan di bidang lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan;
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan;
Pelaksanaan tata usaha Badan.
a.Struktur Organisasi Bapepam
Bapepam dan Lembaga Keuangan terdiri dari 1 Ketua Badan dan membawahi 1
Sekretariat dan 12 Biro Teknis, dimana lingkup pembinaan dan pengawasan
meliputi aspek pasar modal, dana pensiun, perasuransian, perbankan dan
usaha jasa pembiayaan serta modal ventura.
Biro teknis Bapepam-LK terdiri atas:
• Biro Perundang-Undangan dan Bantuan Hukum
• Biro Riset dan Teknologi Informasi
• Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
• Biro Pengelolaan Investasi
• Biro Transaksi dan Lembaga Efek
• Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
• Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil
• Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan
• Biro Perbankan, Pembiayaan, dan Penjaminan
• Biro Perasuransian
• Biro Dana Pensiun
• Biro Kepatuhan Internal
•BURSA EFEK
Bursa efek atau bursa saham adalah sebuah pasar yang berhubungan dengan
pembelian dan penjualan efek atau saham perusahaanobligasi pemerintah.
Bursa efek tersebut, bersama-sama dengan pasar uang merupakan sumber
utama permodalan eksternal bagi perusahaan dan pemerintah. Biasanya
terdapat suatu lokasi pusat, setidaknya untuk catatan, namun perdagangan
kini semakin sedikit dikaitkan dengan tempat seperti itu, karena bursa
saham modern kini adalah jaringan elektronik, yang memberikan keuntungan
dari segi kecepatan dan biaya transaksi. Perdagangan dalam bursa hanya
dapat dilakukan oleh seorang anggota, sang pialang saham. serta
A.INVESTASI DAN PELAKU PASAR MODAL
Dewasa ini telah dikembangkan suatu model dalam pengambilan keputusan
tentang usul investasi yang berada dalam suatu portofolio, dimana proyek
baru yang diusulkan itu dikaitkan dengan proyek-proyek lainnya yang ada
dalam suatu perusahaan.
Proyek-proyek investasi itu mempunyai risiko yang tidak independent Awat.
Harapan keuntungan suatu portofolio adalah rata-rata tertimbang dari
harapan keuntungan surat berharga yang diperbandingkan dalam portofolio
tersebut. Para pemain utama yang terlibat di pasar modal dan lembaga
penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain
utama sebagai berikut :
1. Emiten. Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga
atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten). Dalam melakukan emisi,
para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya sudah tertuang
dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara lain :
Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan
digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau kapasitas
produksi.
Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal sendiri dengan modalasing.
Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru.
2. Investor. Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di
perusahaan yang melakukan emisi (disebut investor). Sebelum membeli
surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian
dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas perusahaan,
prospek usaha emiten dan analisis lainnya.
Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain :
a. Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan
diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden.
b. Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki maka semakin besar pengusahaan (menguasai) perusahaan.
c. Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi,
pengharapannya adalah pada saham yang benar-benar dapat menaikkan
keuntungannya dari jual beli sahamnya.
3. Lembaga Penunjang. Fungsi lembaga penunjang ini antara lain turut
serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik
emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan pasar modal.
Lembaga penunjang yang memegang peranan penting di dalam mekanisme pasar modal adalah sebagai berikut :
a. Penjamin emisi (underwriter). Lembaga yang menjamin terjualnya
saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana
yang diinginkan emiten.
b. Perantara perdagangan efek (broker / pialang). Perantaraan dalam jual
beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli
(investor).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh broker antara lain meliputi :
1) Memberikan informasi tentang emiten
2) Melakukan penjualan efek kepada investor
c.Perdagangan efek (dealer), berfungsi sebagai :
1) Pedagang dalam jual beli efek
2) Sebagai perantara dalam jual beli efek
d. Penanggung (guarantor). Lembaga penengah antara si pemberi
kepercayaan dengan si penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh
investor sebelum menanamkan dananya.
e. Wali amanat (trustee). Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari
si pemberi amanat (investor). Kegiatan wali amanat meliputi :
1) Menilai kekayaan emiten
2) Menganalisis kemampuan emiten
3) Melakukan pengawasan dan perkembangan emiten
4) Memberi nasehat kepada para investor dalam hal yang berkaitan dengan emiten
5) Memonitor pembayaran bunga dan pokok obligasi
6) Bertindak sebagai agen pembayaran
f. Perusahaan surat berharga (securities company). Mengkhususkan diri
dalam perdagangan surat berharga yang tercatat di bursa efek. Kegiatan
perusahaan surat berharga antara lain :
1) Sebagai pedagang efek
2) Penjamin emisi
3) Perantara perdagangan efek
4) Pengelola dana
g. Perusahaan pengelola dana (investment company). Mengelola surat-surat
berharga yang akan menguntungkan sesuai dengan keinginan investor,
terdiri dari 2 unit yaitu sebagai pengelola dana dan penyimpan dana.
h. Kantor administrasi efek. Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka memperlancar administrasinya.
1) Membantu emiten dalam rangka emisi
2) Melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham para investor
3) Membantu menyusun daftar pemegang saham
4) Mempersiapkan koresponden emiten kepada para pemegang saham
5) Membuat laporan-laporan yang diperlukan
A. JENIS DAN FUNGSI PASAR MODAL
Pasar modal dibedakan menjadi 2 yaitu pasar perdana dan pasar sekunder :
1. Pasar Perdana ( Primary Market )
Pasar Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada
para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer)
sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar sekunder. Biasanya
dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja. Harga saham di pasar
perdana ditetukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go public
berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.
Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan.
Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk mengembangkan dan
memperluas barang modal untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu
dapat juga digunakan untuk melunasi hutang dan memperbaiki struktur
pemodalan usaha. Harga saham pasar perdana tetap, pihak yang berwenang
adalah penjamin emisi dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan
pemesanan yang dilakukan melalui agen penjualan.
2. Pasar Sekunder ( Secondary Market )
Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor
setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu
selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek
tersebut harus dicatatkan di bursa.
Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual
efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder
berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan
perseorangan.
Harga saham pasar sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi pasar,
pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan
dan pembelian, pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka
waktunya tidak terbatas. Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat,
yaitu:
a. Bursa reguler
Bursa reguler adalah bursa efek resmi seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa Efek Surabaya (BES)
b. Bursa paralel
Bursa paralel atau over the counter adalah suatu sistem perdagangan efek
yang terorganisir di luar bursa efek resmi, dengan bentuk pasar
sekunder yang diatur dan
diselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE),
diawasi dan dibina oleh Bapepam. Over the counter karena pertemuan
antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu
tetapi tersebar diantara kantor para broker atau dealer.
Fungsi Pasar Modal
Tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih (lender) dengan pihak
yang memerlukan dana jangka panjang tersebut (borrower). Pasar modal
mempunyai dua fungsi yaitu ekonomi dan keuangan. Di dalam ekonomi, pasar
modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke
borrower.
Dengan menginvestasikan dananya lender mengharapkan adanya imbalan atau
return dari penyerahan dana tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya
dana dari luar dapat digunakan untuk usaha pengembangan usahanya tanpa
menunggu dana dari hasil operasiperusahaannya. Di dalam keuangan, dengan
cara menyediakan dana yang diperlukan oleh borrower dan para lender
tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil
A. MANFAAT PASAR MODAL
Secara umum, manfaat dari keberadaan pasar modal adalah sebagai berikut:
• Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.
• Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor sehingga
memungkinkan untuk melakukan diversifikasi. Alternatif investasi
memberikan potensi keuntungan dengan tingkat risiko yang dapat
diperhitungkan.
• Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu negara.
• Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
• Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan
iklim berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesi.
A. INSTRUMEN PASAR MODAL
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti
saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen
derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.Dalam makalah ini
instrumen yang akan dibahas lebih lanjut yaitu mengenai saham dan
obligasi.
MENGENAL SAHAM
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling
popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan
ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham
merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena
saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau
pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim
atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak
hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada dasarnya, ada dua
keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan
berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan
setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika
seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus
memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga
kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai
pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam
jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham – atau dapat pula berupa
dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan
dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang
pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital
gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp
3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti
pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap
saham yang dijualnya.
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari,
harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun
penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan
penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk
oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut
terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas
saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan
tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat
suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti
kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
MENGENAL OBLIGASI
Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat
dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok
utang pada waktu yang telah ditentukan kepada p
Jenis Obligasi
Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu :
1) Dilihat dari sisi penerbit :
a) Corporate Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh
perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau
badan usaha swasta.
b) Government Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
c) Municipal Bond : obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik
(public utility).
2) Dilihat dari sistem pembayaran bunga :
a) Zero Coupon Bonds : obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga
secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat
jatuh tempo.
b) Coupon Bonds : obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.
c) Fixed Coupon Bonds : obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah
ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan
secara periodik.
d) Floating Coupon Bonds : obligasi dengan tingkat kupon bunga yang
ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan
(benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata
tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.
3) Dilihat dari hak penukaran / opsi :
a) Convertible Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada
pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam
sejumlah saham milik penerbitnya.
b) Exchangeable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada
pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham
perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
c) Callable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada emiten
untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur
obligasi tersebut.
d) Putable Bonds : obligasi yang memberikan hak kepada investor yang
mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu
sepanjang umur obligasi tersebut.
4) Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya
a) Secured Bonds : obligasi yang dijamin dengan kekayaan
tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.
Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:
- Guaranteed Bonds : Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan penanggungan dari pihak ketiga
- Mortgage Bonds : obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya
dijamin dengan tanggungan hipotik atas properti atau asset tetap.
- Collateral Trust Bonds : obligasi yang dijamin dengan efek
yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak
perusahaan yang dimilikinya.
b) Unsecured Bonds : obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan
tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.
5) Dilihat dari segi nilai nominal
a. Konvensional Bonds : obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp 1 miliar per satu lot.
b. Retail Bonds : obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai
nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds.
6) Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil :
a. Konvensional Bonds : obligasi yang diperhitungan dengan menggunakan sistem kupon bunga.
b. Syariah Bonds : obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan
menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua
macam obligasi syariah, yaitu:
- Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang
menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang
diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui
pendapatan emiten.
- Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan
akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan
bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan
Karakteristik Obligasi :
• Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang
akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh
tempo.
• Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang
obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah
setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual
prosentase.
• Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan
mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang
dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari
sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam
waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki
resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki
periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang
jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi Kupon / bunga nya.
• Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi
merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi
Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat
melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut
default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic
Indonesia.
Harga Obligasi :
Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga
obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai
nominal.
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:
• Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal:
Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka
nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
• at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai
nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan
harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta
• at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai
nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan
harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49
juta.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pasar Modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk
mengingkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak
keuntungan. Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat
yang disebut juga sebagai investor. Para investor melakukan berbagai
tehnik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi
kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko
yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Pada pasar modal pelakunya dapat berupa perseorangan maupun organisasi /
perusahaan. Bentuk yang paling umum dalam investasi pasar modal adalah
saham dan obligasi. Saham dan obligasi dapat berubah-ubah nilainya
karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Saat ini pasar modal di Indonesia
adalah Bursa Efek Jakarta atau yang disingkat BEJ dan Bursa Efek
Surabaya atau yang disingkat BES. Pelaku pasar modal
ialah emiten, investor dan lembaga penunjang. Pasar Modal memiliki peran
yang sangat penting di dalam perekonomian Indonesia. Pasar modal
mempunyai dua fungsi yaitu ekonomi dan keuangan. Di dalam ekonomi, pasar
modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke
borrower.
Dengan menginvestasikan dananya lender mengharapkan adanya imbalan atau
return dari penyerahan dana tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya
dana dari luar dapat digunakan untuk usaha pengembangan usahanya tanpa
menunggu dana dari hasil operasiperusahaannya. Di dalam keuangan, dengan
cara menyediakan dana yang diperlukan oleh borrower dan para lender
tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil.
3.2 USUL DAN SARAN
Makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan
serta saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Slamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Ketiga. Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2001
2. www.idx.co.id
3. www.wikipedia.com
4. www.kabarindonesia.com
5. http://jurnal-sdm.blogspot
6. http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id
7. http://blog.keuanganpribadi.com
Search This Blog
Wednesday 23 November 2011
makalah pasar modal
( BURSA EFEK )
Makalah ini membahas tentang proses transaksi yang terjadi di pasar modal.
Proses penjualan saham di stock exchange market (pasar bursa saham atau pasar modal atau bursa efek) umumnya menggunakan sistem lelang (auction) sehingga pasar sekunder ini juga sering disebut dengan pasar leleang (auction market). Disebut dengan pasar lelang karena dilakukan secara terbuka dan harga ditentukan oleh supply (penawaran) dan demand (permintaan) dari anggota bursa,yang meneriakkan ask price(atau offer price atau harga penawaran terendah untuk jual) dan bid price (harga permintaan tertinggi untuk beli). New York Stock Exchange (NYSE), Tokyo Stock Exchange (TSE), Bursa Efek Indonesia (BEI) menggunakan sistem lelang, yaitu order pembelian dan penjualan sekuritas ditemukan sampai dicapai harga kesepakatan.
Saat ini pasar sekunder yang terbesar di dunia adalah New York Stock Exchange (NYSE) dan Tokyo Stock Exchange (TSE). NYSE didirikan tahun 1792. American Stock Exchange (AMEX) juga merupakan pasar sekunder lainnya di Amerika Serikat.
Transaksi di bursa dilakukan dengan order standar dalam ukuran round lot, yaitu 100 1embar saharn (di NYSE) atau kelipatannya (di BEI, round lot adalah 500 lembar saharn untuk investor perorangan). Jumiah lembar yang kurang dari 100 (atau 500 lembar untuk BEI) disebut dengan odd lot. _
Investor tidak dapat langsung melakukan transaksi di lantai bursa, tetapi diwakili oleh broker. Investor dapat memilih sendiri jenis dari broker yang diinginkan, seperti misalnya full service broker atau discount broker.
Full service broker menawarkan jasa yang lengkap termasuk sebagai berikut ini :
1. Investment research and advice (Konsultan)
Tidak semua individual investor dapat melakukar. sendiri penelitian yang berkualitas disebabkan oleh keterbatasan dana, waktu dan keahlian. Penelitian sejenis ini dapat disediakan oleh broker yang bonafit dalam bentuk laporan-laporan atau publikasi rutin. Hasil penelitian yang dibutuhkan oleh investor dapat meliputi trend pasar, prospek masa depan suatu perusahaan dan lain sebagainya.
2. Asset management (Pemberi Pinjaman)
Broker dapat berfungsi seperti halnya bank komersial, yaitu mernberikan pinjaman dan mengelo!a dana yang dipercayakan. Untuk maksud seperti ini, investor dapat membuka
rekening di broker yang disebut dengan rekening marjin (margin account).
3. Order execution.
Tanpa melalui jasa broker, membeli dan menjual sekuritas merupakan hal yang tidak mudah. Misalnya, tanpa meialui broker,penjual harus mencari sendiri pembeli yang cocok dengan harga yang ditawarkan. Dengan broker,investor tidak perlu khawatir dengan semua kegiatan pembelian dan penjualan ini.
4. Clearing
Setelah suatu order dieksekusi, sebenarnya masih banyak pekerjaan administrasi yang menunggu sesudahnya. Selain pekerjaan adrninistrasi tersebut cukup panjang, mereka juga harus dilakukan tidak boleh menyimpang dengan semua regulasi dan hokum yang berlaku.
Discount Broker sebaliknya hanya menawarkan jasa yang minimum dengan komisi yang rendah. Discount broker biasanya hanya menawarkan jasa order execution dan clearing.
Keuntungan dan Kelemahan Pasar Modal
Keuntungan yang diperoleh dengan adanya pasar modal antara lain:
a) Dunia Usaha Dapat Memperoleh Tambahan Modal Untuk Meningkatkan Hasil Produksinya,
b) Penanaman Modal (Investor)Memperoleh Keuntungan Dari Investasinya,
c) Orang-Orang Yang Terkait Dalam Pasar Modal Dapat Memperoleh Penghasilan Dari Kegiatan Di Bursa Efek,
d) Pemerintah Mendapat Tambahan Pajak.
Sementara itu, kelemahan dengan adanya pasar modal adalah:
a) Mendorong Spekulasi Untuk Pihak Yang Terkait (Terutama Investor),
b) Jika Harga Kurs Menurun Maka Akan Menimbulkan Kerugian Bagi Investor
Macam dan Jenis Pasar Dalam Ekonomi Indonesia - Pasar Barang, Pasar Jasa / Tenaga Serta Pasar Uang & Modal - Ilmu Ekonomi Pasar
Berikut ini adalah arti definisi atau pengertian dari aneka jenis dan macam pasar yang ada :
1. Pasar Barang
Pasar barang adalah pasar yang menjual produk dalam bentuk barang. Pasar barang dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yakni :
a. Pasar Barang Nyata / Riil
Pasar barang nyata adalah pasar yang menjual produk dalam bentuk barang yang bentuk dan fisiknya jelas. Contohnya adalah pasar kebayoran lama, pasar senen, pasar malam, pasar kaget, dan lain-lain.
b. Pasar Barang Abstrak
Pasar barang abstrak adalah pasar yang menjual produk yang tidak terlihat atau tidak riil secara fisik. Contoh jenis pasar ini adalah pasar komoditas / komoditi yang menjual barang semu seperti pasar karet, pasar tembakau, pasar timah, pasar kopi dan lain sebagainya.
2. Pasar Jasa / Tenaga
Pasar jasa adalah pasar yang menjual produknya dalam bentuk penawaran jasa atas suatu kemampuan. Jasa tidak dapat dipegang dan dilihat secara fisik karena waktu pada saat dihasilkan bersamaan dengan waktu mengkonsumsinya. Contoh pasar jasa seperti pasar tenaga kerja, Rumah Sakit yang menjual jasa kesehatan, Pangkalan Ojek yang menawarkatn jasa transportasi sepeda motor, dan lain sebagainya.
3. Pasar Uang dan Pasar Modal
a. Pasar Uang
Pasar Uang adalah pasar yang memperjual belikan mata uang negara-negara yang berlaku di dunia. Pasar ini disebut juga sebagai pasar valuta asing / valas / Foreign Exchange / Forex. Resiko yang ada pada pasar ini relatif besar dibandingkan dengan jenis investasi lainnya, namun demikian keuntungan yang mungkin diperoleh juga relatif besar. Contoh adalah transaksi forex di BEJ, BES, agen forex, di internet, dan lain-lain.
b. Pasar Modal
Pasar Modal adalah pasar yang memperdagangkan surat-surat berharga sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan bisnis atau kepemilikan modal untuk diinvestasikan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Contohnya seperti saham, reksadana, obligasi perusahaan swasta dan pemerintah, dan lain sebagainya.
PERKEMBANGAN PASAR MODAL INDONESIA
Di era globalisasi, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang cukup penting. Pasar modal dapat diibaratkan dengan mall atau pusat perbelanjaan, hanya saja yang membedakannya adalah barang-barang yang diperjualbelikan.
Jika pusat perbelanjaan umum menyediakan berbagai macam barang kebutuhan hidup, maka pasar modal hanya menjajakan produk-produk pasar modal, seperti obligasi dan efek. Jadi pasar modal adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan modal, seperti obligasi dan efek.
Pasar ini berfungsi untuk menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif investasi bagi para investor. Melalui pasar modal, investor dapat melakukan investasi di beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek baru yang ditawarkan atau yang diperdagangkan di pasar modal.
Sementara itu, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang. Adanya pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik, karena tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu. Penyebaran kepemilikan yang luas akan mendorong perkembangan perusahaan yang transparan. Ini tentu saja akan mendorong menuju terciptanya good corporate governance.
Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo.
Bursa yang dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya (Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta, 2006, hal 4).
Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925). Perkembangan pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF 1,4 milyar, pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan akibat Perang Dunia II.
Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup.
Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar Modal Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efeknya (PPUE).
Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah dengan Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa.
Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan Keppres RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan.
Pada tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini adalah: Paket Desember 1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988 (Pakto 88), dan Paket Desember 1988 (Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
Struktur dan Hukum Pasar Modal
Struktur pasar modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan yang menunjuk Bapepam sebagai lembaga pemerintah yang melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Sementara itu, bursa efek bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak lain dengan tujuan untuk memperdagangkan efek di antara mereka.
Marak dan rumitnya kegiatan pasar modal, menuntut adanya perangkat hukum sehingga pasar lebih teratur, adil, dan sebagainya. Jadi hukum pasar modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Di Indonesia, terdapat UU Pasar Modal, yaitu UU No. 8/ 1995 yang mengatur tentang pasar modal. Menurut UU ini, Bapapem diberi kewenangan sebagai pengawas dan memiliki otoritas penyelidakan serta penyidikan.
Pasar Modal Indonesia Dewasa Ini
Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal lokal.
Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas.
Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal.
Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI, akan langsung menembus pasar.
Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap, BEI.
Monday 15 August 2011
Pelanggaran HAM Berat Kasus Lumpur Lapindo
Oleh Subagyo, SH - Pengacara tinggal di Surabaya
Jika hukum HAM internasional dikaitkan dengan kasus semburan lumpur Lapindo, maka bos Grup Bakrie dan pemerintah dalam pengusahaan Blok Brantas tersebut dapat diadili di Pengadilan HAM. Tapi bisakah - dalam praktiknya - hukum HAM berjalan tanpa intervensi politik? Itulah masalah besar praktik penegakan hukum kita selama ini. Reformasi jatuh tersandung di soal itu.
***
Hingga hari ini semburan lumpur Lapindo sampai pada fase yang terus mengkhawatirkan, dengan korban terus bertambah. Akibat semburan lumpur yang hampir genap dua tahun itu telah semakin memperberat dan memperluas penderitaan sosial. Jika semburan lumpur itu berjalan hingga 50 tahun, Greenomics menghitung biaya penanggulangan masalah lumpur Lapindo itu akan menjadi Rp. 756 triliun (Hukumonline.com, 13/2/2007).
Sedangkan trio pemegang partisipating interest Blok Brantas yang terdiri dari Grup Bakrie, Medco dan Santos menanggung hanya Rp. 5 triliun sesuai janji mereka yang berlindung di balik jubah Perpres No. 14/2007.
Jika itu benar, negara akan menanggung Rp. 751 triliun, jika tak ada upaya keras lebih lanjut untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo. Upaya penghentian semburan lumpur pernah dilakukan tapi dihentikan dengan alasan `dana.´ Lalu ditumpuki dengan pendapat sekelompok ahli geologi yang memustahilkan upaya penghentian semburan. Ini menjadi misteri tersendiri yang perlu dikuak.
Unsur kesengajaan
Kejaksaan RI hingga kini tampak ragu dengan setumpuk alat bukti pidana kasus semburan lumpur itu, maka patut dipertanyakan. Pasalnya, selain telah adanya berbagai alat dan barang bukti, ada juga acuan dokumen otentik, yaitu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 29 Mei 2007 yang sudah sangat gamblang menjelaskan berbagai pelanggaran dalam proses peralihan Blok Brantas hingga kesalahan proses eksplorasi. Kejaksaan seharusnya tidak terjebak dalam kancah perbedaan pendapat para ahli geologi. Bukankah selama ini para koruptor yang diadili juga `menyewa´ ahli dan perkaranya tetap dibawa ke pengadilan?
Berdasarkan hasil audit BPK, ditemukan fakta bahwa lokasi pemboran Sumur Banjar Panji (BJP)-1 berada 5 meter dari wilayah permukiman, 37 meter dari sarana umum (jalan tol Surabaya - Gempol) dan kurang dari 100 meter dari pipa gas Pertamina. Selain Sumur BJP-1, terdapat sejumlah sumur-sumur eksploitasi (sudah produksi) yang dikelola oleh Lapindo yang jarak lokasinya kurang 100 meter dari permukiman. Pemberian ijin lokasi pemboran sumur migas yang berdekatan dengan permukiman dan sarana umum serta obyek vital tidak sesuai dengan Ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia No.13-6910-2002 tentang operasi pengeboran darat dan lepas pantai di Indonesia yang antara lain menyebutkan bahwa sumur-sumur harus dialokasikan sekurang-kurangnya 100 meter dari jalan umum, rel kereta api, pekerjaan umum, perumahan atau tempat-tempat lain dimana sumber nyala dapat timbul.
Pemberian ijin lokasi sumur eksplorasi Migas di wilayah pemukiman juga tidak sesuai dengan Inpres No. 1/1976 tentang sinkronisasi pelaksanaan tugas bidang keagrariaan dengan bidang kehutanan, pertambangan, transmigrasi dan pekerjaan umum dan UU No. 11/1967. Lokasi pemboran Sumur BJP-1 juga tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo yang ditetapkan dengan Perda Kabupaten Sidoarjo No.16 tahun 2003. Pada saat ijin lokasi diberikan kepada Lapindo, Perda tersebut belum direvisi. Menurut Pemkab Sidoarjo, terkait dengan RTRW, ijin lokasi diberikan dengan mempertimbangkan kelayakan teknis yang dikeluarkan oleh BP Migas. Jadi, jelas adanya konspirasi hitam itu.
Akal sehat semua orang bisa memikirkan bahwa kegiatan eksplorasi migas yang berdekatan dengan pemukiman penduduk sudah pasti mengandung risiko atau dampak yang besar. Dengan hanya dasar itu pula hukum dapat menyimpulkan bahwa hak pengusahaan Blok Brantas yang diperoleh Lapindo adalah ilegal sebab melanggar berbagai aturan keselamatan sosial.
Meskipun seandainya semburan lumpur Lapindo tersebut bukan suatu niatan, tetapi jika semburan lumpur itu merupakan kemungkinan yang dapat dipikirkan sebelumnya yang akan mengakibatkan nasib buruk masyarakat di sekitarnya, maka unsur `kesengajaan´ itu dapat dilekatkan pada perkara semburan lumpur Lapindo itu, apalagi ternyata BPK juga menemukan banyaknya pelanggaran kaidah keteknikan yang baik dalam proses eksplorasi, yang mengakibatkan semburan lumpur tersebut. Jadi, kasus semburan lumpur Lapindo itu bukan `kelalaian´ tapi sengaja menabrak rambu-rambu keselamatan sosial.
Pelanggaran HAM berat
Melihat fakta-fakta pelanggaran konspiratif dalam perolehan ijin eksplorasi, pengawasan pemerintah yang tidak serius kepada Lapindo, termasuk pembiaran penggunaan peralatan dan teknologi pemboran yang asal-asalan, prediksi geologis pemboran Sumur BJP-1 yang banyak kelirunya sehingga pelaksanaan pemboran menyimpang dari perencanaan, lalu menimbulkan semburan lumpur yang menghancurkan nasib masyarakat secara meluas yang ditangani dengan cara ketidakadilan, maka peristiwa itu dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan sebagai bentuk pelanggaran HAM berat, dengan terusirnya kelompok penduduk akibat konspirasi pengelolaan usaha migas Blok Brantas itu.
Pelanggaran HAM berat yang dirumuskan pasal 9 huruf d dan e UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM menentukan: "Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa : ... d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; ..."
Penegak HAM harus memahami tafsir historis UU No. 26/2000 tersebut yang diadobsi dari Roma Statute of The International Criminal Court (Statuta Roma), yang memuat ketentuan tentang kejahatan kemanusiaan yang sangat serius (the most serious crimes) yang kemudian diterjemahkan menjadi `pelanggaran HAM berat´ oleh UU No. 26/2000. Tetapi pembuat UU No. 26/2000 memotong kalimat pada huruf k pasal 7 ayat (1) Statuta Roma yang menentukan bentuk kejahatan kemanusiaan lain, yaitu: Other inhumane acts of a similar character intentionally causing great suffering, or serious injury to body or to mental or physical health.
Nah, kiranya dengan menerapkan tafsir historis yang progresif terhadap hukum HAM internasional tersebut dikaitkan dengan kasus semburan lumpur Lapindo itu maka para pengambil keputusan di tubuh Grup Bakrie dan pemerintah dalam pengusahaan Blok Brantas tersebut dapat diadili di Pengadilan HAM. Tapi bisakah - dalam praktiknya - hukum HAM berjalan tanpa intervensi politik? Itulah masalah besar praktik penegakan hukum kita selama ini. Reformasi jatuh tersandung di soal itu.
Maka Komnas HAM selaku lembaga independen seyogyanya dijadikan komisi yang tak sebatas selaku penyelidik, tapi juga sebagai penyidik dan penuntut khusus dalam kasus pelanggaran HAM berat. UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 harus diperbaiki guna menambah fungsi dan wewenang Komnas HAM itu.
www.masbagio.blogspot.com
Jika hukum HAM internasional dikaitkan dengan kasus semburan lumpur Lapindo, maka bos Grup Bakrie dan pemerintah dalam pengusahaan Blok Brantas tersebut dapat diadili di Pengadilan HAM. Tapi bisakah - dalam praktiknya - hukum HAM berjalan tanpa intervensi politik? Itulah masalah besar praktik penegakan hukum kita selama ini. Reformasi jatuh tersandung di soal itu.
***
Hingga hari ini semburan lumpur Lapindo sampai pada fase yang terus mengkhawatirkan, dengan korban terus bertambah. Akibat semburan lumpur yang hampir genap dua tahun itu telah semakin memperberat dan memperluas penderitaan sosial. Jika semburan lumpur itu berjalan hingga 50 tahun, Greenomics menghitung biaya penanggulangan masalah lumpur Lapindo itu akan menjadi Rp. 756 triliun (Hukumonline.com, 13/2/2007).
Sedangkan trio pemegang partisipating interest Blok Brantas yang terdiri dari Grup Bakrie, Medco dan Santos menanggung hanya Rp. 5 triliun sesuai janji mereka yang berlindung di balik jubah Perpres No. 14/2007.
Jika itu benar, negara akan menanggung Rp. 751 triliun, jika tak ada upaya keras lebih lanjut untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo. Upaya penghentian semburan lumpur pernah dilakukan tapi dihentikan dengan alasan `dana.´ Lalu ditumpuki dengan pendapat sekelompok ahli geologi yang memustahilkan upaya penghentian semburan. Ini menjadi misteri tersendiri yang perlu dikuak.
Unsur kesengajaan
Kejaksaan RI hingga kini tampak ragu dengan setumpuk alat bukti pidana kasus semburan lumpur itu, maka patut dipertanyakan. Pasalnya, selain telah adanya berbagai alat dan barang bukti, ada juga acuan dokumen otentik, yaitu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 29 Mei 2007 yang sudah sangat gamblang menjelaskan berbagai pelanggaran dalam proses peralihan Blok Brantas hingga kesalahan proses eksplorasi. Kejaksaan seharusnya tidak terjebak dalam kancah perbedaan pendapat para ahli geologi. Bukankah selama ini para koruptor yang diadili juga `menyewa´ ahli dan perkaranya tetap dibawa ke pengadilan?
Berdasarkan hasil audit BPK, ditemukan fakta bahwa lokasi pemboran Sumur Banjar Panji (BJP)-1 berada 5 meter dari wilayah permukiman, 37 meter dari sarana umum (jalan tol Surabaya - Gempol) dan kurang dari 100 meter dari pipa gas Pertamina. Selain Sumur BJP-1, terdapat sejumlah sumur-sumur eksploitasi (sudah produksi) yang dikelola oleh Lapindo yang jarak lokasinya kurang 100 meter dari permukiman. Pemberian ijin lokasi pemboran sumur migas yang berdekatan dengan permukiman dan sarana umum serta obyek vital tidak sesuai dengan Ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia No.13-6910-2002 tentang operasi pengeboran darat dan lepas pantai di Indonesia yang antara lain menyebutkan bahwa sumur-sumur harus dialokasikan sekurang-kurangnya 100 meter dari jalan umum, rel kereta api, pekerjaan umum, perumahan atau tempat-tempat lain dimana sumber nyala dapat timbul.
Pemberian ijin lokasi sumur eksplorasi Migas di wilayah pemukiman juga tidak sesuai dengan Inpres No. 1/1976 tentang sinkronisasi pelaksanaan tugas bidang keagrariaan dengan bidang kehutanan, pertambangan, transmigrasi dan pekerjaan umum dan UU No. 11/1967. Lokasi pemboran Sumur BJP-1 juga tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo yang ditetapkan dengan Perda Kabupaten Sidoarjo No.16 tahun 2003. Pada saat ijin lokasi diberikan kepada Lapindo, Perda tersebut belum direvisi. Menurut Pemkab Sidoarjo, terkait dengan RTRW, ijin lokasi diberikan dengan mempertimbangkan kelayakan teknis yang dikeluarkan oleh BP Migas. Jadi, jelas adanya konspirasi hitam itu.
Akal sehat semua orang bisa memikirkan bahwa kegiatan eksplorasi migas yang berdekatan dengan pemukiman penduduk sudah pasti mengandung risiko atau dampak yang besar. Dengan hanya dasar itu pula hukum dapat menyimpulkan bahwa hak pengusahaan Blok Brantas yang diperoleh Lapindo adalah ilegal sebab melanggar berbagai aturan keselamatan sosial.
Meskipun seandainya semburan lumpur Lapindo tersebut bukan suatu niatan, tetapi jika semburan lumpur itu merupakan kemungkinan yang dapat dipikirkan sebelumnya yang akan mengakibatkan nasib buruk masyarakat di sekitarnya, maka unsur `kesengajaan´ itu dapat dilekatkan pada perkara semburan lumpur Lapindo itu, apalagi ternyata BPK juga menemukan banyaknya pelanggaran kaidah keteknikan yang baik dalam proses eksplorasi, yang mengakibatkan semburan lumpur tersebut. Jadi, kasus semburan lumpur Lapindo itu bukan `kelalaian´ tapi sengaja menabrak rambu-rambu keselamatan sosial.
Pelanggaran HAM berat
Melihat fakta-fakta pelanggaran konspiratif dalam perolehan ijin eksplorasi, pengawasan pemerintah yang tidak serius kepada Lapindo, termasuk pembiaran penggunaan peralatan dan teknologi pemboran yang asal-asalan, prediksi geologis pemboran Sumur BJP-1 yang banyak kelirunya sehingga pelaksanaan pemboran menyimpang dari perencanaan, lalu menimbulkan semburan lumpur yang menghancurkan nasib masyarakat secara meluas yang ditangani dengan cara ketidakadilan, maka peristiwa itu dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan sebagai bentuk pelanggaran HAM berat, dengan terusirnya kelompok penduduk akibat konspirasi pengelolaan usaha migas Blok Brantas itu.
Pelanggaran HAM berat yang dirumuskan pasal 9 huruf d dan e UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM menentukan: "Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa : ... d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; ..."
Penegak HAM harus memahami tafsir historis UU No. 26/2000 tersebut yang diadobsi dari Roma Statute of The International Criminal Court (Statuta Roma), yang memuat ketentuan tentang kejahatan kemanusiaan yang sangat serius (the most serious crimes) yang kemudian diterjemahkan menjadi `pelanggaran HAM berat´ oleh UU No. 26/2000. Tetapi pembuat UU No. 26/2000 memotong kalimat pada huruf k pasal 7 ayat (1) Statuta Roma yang menentukan bentuk kejahatan kemanusiaan lain, yaitu: Other inhumane acts of a similar character intentionally causing great suffering, or serious injury to body or to mental or physical health.
Nah, kiranya dengan menerapkan tafsir historis yang progresif terhadap hukum HAM internasional tersebut dikaitkan dengan kasus semburan lumpur Lapindo itu maka para pengambil keputusan di tubuh Grup Bakrie dan pemerintah dalam pengusahaan Blok Brantas tersebut dapat diadili di Pengadilan HAM. Tapi bisakah - dalam praktiknya - hukum HAM berjalan tanpa intervensi politik? Itulah masalah besar praktik penegakan hukum kita selama ini. Reformasi jatuh tersandung di soal itu.
Maka Komnas HAM selaku lembaga independen seyogyanya dijadikan komisi yang tak sebatas selaku penyelidik, tapi juga sebagai penyidik dan penuntut khusus dalam kasus pelanggaran HAM berat. UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 harus diperbaiki guna menambah fungsi dan wewenang Komnas HAM itu.
www.masbagio.blogspot.com
Monday 10 January 2011
Larangan Terbang Uni Eropa Kepada Pengangkut Sipil Indonesia
Hasil Konvensi Chicago 1944 masih menyisakan beberapa masalah dalam pengaturan penerbangan sipil internasional. Untuk mengatasi hal tersebut maka mau tidak mau kerjasama bilateral dan regional dibutuhkan untuk mengisi kekosongan tersebut. Salah satu organasasi regional yang sangat gencar untuk membuat unifikasi mengenai keselamatan dan keamanan penerbangan sipil internasional adalah Uni Eropa.
Kesadaran untuk melakukan kerjasama tersebut merupakan inisiatif dari Dewan Eropa setalah melihat perkembangan pengangkut udara di Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara. Untuk mencapai kerjasama tersebut maka pada pertemuan parlemen dewan eropa tahun 1950 diusulkan beberapa ide yaitu :
1) Membentuk Otoritas Transport Eropa (European Transport Authority). Lembaga tersebut akan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengaturan mengenai jalan raya, kereta api, navigasi pantai, pengangkutan serta penerbangan. Usulan ini diungkapkan oleh Bonnefous perwakilan dari Perancis. Beliau mengusulkan agar otoritas tersebut berbentuk supranasional. Usulan tersebut ditolak oleh sebagian negara Eropa dengan alasan nasionalisme
2) Ide kedua dikemukakan oleh perwakilan Italia, Count Sforza. Ide beliau adalah untuk membatasi penerbangan sipil. Setiap negara harus mendelegasikan sebagian kedaulatanya untuk mencapai unifikasi dalam sektor hukum, teknik dan komersil. Beliau mengusulkan bentuk konsorsium.
3) Usul ketiga disampaikan oleh Van der Kieft, yang mengusulkan agar dibentuk sebuah organisasi penerbangan sipil Eropa dengan tujuan untuk mencapai kesatuan (I.H.Ph.Diederiks-Verschoor, loc.cit.,hlm. 36)
Pada akhirnya disepakati bahwa dibentuklah The European Civil Aviation Conference (ECAC) pada tahun 1955. Nampaknya usulan dari Van der Kieft yang diterima oleh komunitas Uni Eropa. Tujuan dari ECAC tersebut adalah untuk melakukan unifikasi dan fasilitasi dalam hal; angkutan udara dan kerjasama dengan ICAO. Selain itu tujuan awal ECAC adalah untuk mengulas perkembangan pengangkut udara sipil di Uni Eropa, untuk promosi kerjasama demi mencapai efektivitas dalam unifikasi, memperhatikan perkembangan pengangkut udara di Eropa serta mempertimbangkan masalah-masalah yang akan timbul dikemudian hari(I.H.Ph.Diederiks-Verschoor, op.cit., hlm. 37)
Pada tahun 1976 organ permanen dibentuk yang terdiri dari Directors General of Civil Aviation (DGCA). Usaha-usaha yang telah dicapai oleh ECAC adalah:
1) Perjanjian multilateral atas hak-hak komersil penerbangan tidak berjadwal di Eropa
2) Perjanjian multilateral tentang sertifikasi kelayakan udara terhadap pesawat udara impor
3) Perjanjian internasional terhadap prosedur dalam penentuan tarif atas penerbangan berjadwal (ibid)
Namun, perkembangan terakhir ECAC memperlihatkan usaha-usahanya yang lebih menitikberatkan pada sikap politik negara-negara Eropa terhadap negara ketiga daripada menjalin kerjasama dan melakukan harmonisasi penerbangan udara dalam Eropa. Ternyata dalam perkembanganya ECAC sendiri mendapat kritikan-kritikan dari negara-negara Eropa. Mereka yang melakukan kritik menganggap bahwa dengan adanya aturan regional tersebut malah membuat formasi-penghambat (bloc-formation). Hal ini didasari sebagai faktor yang menghambat unifikasi, selain alasan tersebut, kritikan dilemparkan karena beberapa pengangkut udara di Eropa memiliki jaringan yang lebih luas dibandingkan dengan yang lain. Maka mereka menuntut perlakuan yang seimbang (Ibid.)
Pada akhirnya dapat dilihat bahwa pengaturan multilateral di Eropa untuk mewakili kepentingan nasional negara Eropa juga mengalami kegagalan. Usulan untuk membentuk High Authority juga cukup sulit untuk dilaksanakan, karena ternyata kepentingan nasional masing-masing negara berbeda satu sama lain.
Usaha-usaha Uni Eropa untuk menciptakan unifikasi dan harmonisasi dalam hal keselamatan penerbangan berhasil terbentuk dengan dikeluakan (EC) No 1592/2002 pada 15 Juli 2002 yang mengatur aturan bersama mengenai penerbangan sipil serta pembentukan European Aviation Safety Agency (EASA). Regulasi tersebut membuat standar kesalamatan yang diberlakukan oleh Uni Eropa selain juga mengakui standar keselamatan minimum yang telah diatur dalam Konvensi Chicago dan ICAO. Standar keselamatan yang terdapat dalam regulasi tersebut terdiri dari :
1) Kelayakan udara (Pasal 5)
2) Syarat untuk perlindungan terhadap lingkungan (Pasal 6)
3) Lisensi operasi dan kru penerbangan (Pasal 7)
4) Pengakuan sertifikat (Pasal 8 )
5) Penerimaan atas persetujuan negara ketiga (Pasal 9)
6) Ketentuan Fleksibel (Pasal 10)
Dengan dikeluarkannya EASA tersebut maka diharapkan keselamatan penerbangan sipil di Eropa dapat terlaksana dengan baik. Hubungan antara Uni Eropa dengan negara ketiga juga banyak diatur dalam ketentuan EASA tersebut.
Pada saat larangan terbang terhadap pengangkut dari Indonesia lahir pada tahun 2007. Uni Eropa mendasarkan pendapatnya pada :
1) Adanya bukti dari otoritas penerbangan sipil Indonesia bahwa kecelakaan yang dialami oleh pengangkut sipil Indonesia terjadi karena para operator tersebut tidak memenuhi persyaratan standar keselamatan.
2) Adanya rating yang dikeluarkan oleh FAA ( Amerika Serikat), yang menilai rendah tingkat keselamatan di Indonesia serta tidak dipenuhinya standar keselamatan yang diatur oleh ICAO
3) Hasil audit yang dilakukan oleh ICAO pada bulan Februari 2007 yang melaporkan bahwa kapabilitas otoritas penerbangan sipil Indonesia terhadap pengawasan keselematan sangat kurang.
4) Kompetensi otoritas penerbangan sipil Indonesia dalam melaksanakan dan menegakkan standar keselematan. Serta tidak segera memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh komisi Eropa ((EC) No.787/2007)
Empat pertimbangan tersebut yang menjadi cikal bakal larangan terbang pengangkut dari Indonesia ke Eropa. Dari keempat poin di atas, yang menjadi krusial adalah hasil audit yang dilakukan oleh ICAO pada bulan Februari 2007. Hasil audit tersebut menunjukkan hal-hal penting mengenai keselamatan penerbangan di Indonesia. Audit tersebut memberikan rekomendasi-rekomendasi yang harus dilakukan oleh otoritas penerbangan sipil di Indonesia. Hasil audit dan rekomendasi dari ICAO tersebut adalah :
1) Rekomendasi terhadap Undang-Undang Penerbangan dan Ketentuan mengenai Penerbangan Sipil
2) Rekomendasi terhadap Organisasi Penerbangan Sipil
3) Rekomendasi terhadap Lisensi Personil dan Pelatihan
4) Rekomendasi terhadap Sertifikasi Pengangkut Udara dan Pengawasan
5) Rekomendasi terhadap Kelayakan Udara
6) Rekomendasi terhadap Kecelakaan Pesawat dan Penyelidikan kecelakaan
7) Rekomendasi terhadap Navigasi Udara
8 ) Rekomendasi terhadap Aerodromes (Bandara Perintis) (www.icao.int/usoap,Appendix I)
Hasil audit juga menyatakan bahwa implementasi dalam hal pengawasan keselamatan yang belum efektif dilakukan oleh Indonesia adalah:
1) Kualifikasi dan Pelatihan staf tekhnik ( 80%)
2) Sistem Penerbangan Sipil dan Fungsi Pengawasan Keselamatan (50,94%)
3) Resolusi mengenai keselamatan (50%)
4) Undang-Undang Penerbangan (41,67%)
5) Prosedur dan Petunjuk Tekhnis (38,65%)
6) Kewajiban Pengawasan (36,47%)
7) Ketentuan Khusus Pelaksanaan (33,74%)
8 ) Lisensi dan Sertifikasi (28,97%) (www.icao.int/usoap ,Appendix II)
Hasil audit yang dilakukan oleh ICAO secara jelas dapat diartikan bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk memperbaiki sistem keselamatan penerbangan sipil. Jika melihat hasil audit tersebut maka dapat dibenarkan tindakan Uni Eropa memberlakukan larangan terbang terhadap pengangkut dari Indonesia. Ketentuan tersebut diputuskan berdasarkan ketentuan dalan EASA yang menganut perlindungan keselamatan penerbangan bagi warga negara mereka.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah bahwa apakah larangan terbang yang dikeluarkan oleh Komite Eropa itu bersifat mengikat para negara-negara Eropa?. Hal ini terkait karena terdapat perjanjian-perjanjian bilateral yang telah dilakukan oleh Indonesia dengan negara-negara Eropa sedangkan Indonesia tidak memiliki perjanjian penerbangan sipil dengan Uni Eropa.
Pada tanggal 30 April 2004 Komite Eropa mengeluarkan aturan (EC) No. 847/2004 tentang ketentuan mengenai perjanjian antara negara anggota Uni Eropa dengan negara ketiga. Dalam konsideran poin pertama telah dinyatakan bahwa perjanjian bilateral antara negara anggota Uni Eropa dengan negara ketiga telah terjadi sebelum ketentuan ini dikeluarkan. Akan tetapi terdapat ketentuan lain yang menyatakan bahwa, berdasarkan putusan pengadilan Eropa, komunitas Eropa memiliki hak ekslusif atas perjanjian tersebut. Jika ketentuan tersebut demikian, apakah perjanjian pengangkut udara antara negara-negara anggota Uni Eropa menjadi batal demi hukum berdasarkan putusan dari pengadilan Eropa tersebut?.
Apabila dilihat bahwa dalam mengeluarkan (EC) No. 787/2007, Komite Eropa menyatakan bahwa ketentuan tersebut telah disepakati oleh 27 negara anggota Uni Eropa, maka perjanjian bilateral sebelum ketentuan tersebut keluar menjadi batal. Dengan batalnya perjanjian pengangkut udara tersebut maka masing-masing pihak, baik pengangkut dari negara anggota Uni Eropa maupun dari Indonesia tidak dapat melintas di wilayah teritorial masing-masing, meskipun Indonesia tidak mengeluarkan larangan yang sama terhadap pengangkut sipil dari Uni Eropa. Hal ini dikarenakan sesuai dengan ketentuan dari Konvensi Chicago 1944, pasal 6, yang menyatakan bahwa setiap penerbangan berjadwal harus mendapatkan izin dari negara kolong. Izin penerbangan sipil komersil tersebut biasanya dapat dilakukan apabila telah terjalin perjanjian pengangkut udara baik secara bilateral maupun multilateral.
C. Penyelesaian Sengketa Atas Larangan Terbang Uni Eropa
Setiap sengketa dalam ruang lingkup masyarakat internasional pertama kali harus merujuk pada piagam PBB. Prinsip dalam piagam adalah bahwa setiap sengketa antara negara anggota PBB harus diselesaikan secara damai sehingga perdamaian dan keamanan internasional tidak terganggu (Pasal 2 (3) Piagam PBB).
Menurut Diederiks-Verschoor terdapat beberapa kemungkinan jurisdiksi dalam menyelesaikan sengketa dalam masalah penerbangan, yaitu :
1) Mahkamah Internasional, dengan melihat jurusdiksi umum yang terdapat dalam pasal 36 ayat 1 Statuta.
2) Yurisdiksi berdasarkan Pasal 84 Konvensi Chicago 1944.
3) Sebelum sampai pada dewan (council) ICAO; maka para pihak harus menyatakan “compulsory jurisdiction”, Pasal 84 Konvensi Chicago 1944.
4) Sebagai badan khusus PBB, ICAO, dapat meminta nasihat hukum kepada mahkamah internasional sesuai dengan pasal 96 (2) Piagam PBB
5) Banding terhadap putusan dewan ICAO, Pasal 84 Konvensi Chicago 1944.
6) Opsional Yurisdiksi oleh dewan ICAO.
7) Arbitrase berdasarkan perjanjian bilateral maupun multilateral.
8 ) Arbitrase oleh Chamber dari Mahkamah Internasional.
9) Arbitrase melalui maskapai yang terdapat dalam International Air Transport Association (IATA) (.H.Ph.Diederiks-Verschoor, Settlements of Disputes in Aviation and Space, in The Use of Air and Outer Space; Cooperation and Competition, edited by Chia-Jui Cheng, Kluwer Law International, Netherland, 1998, hlm. 232)
Dalam sengketa penerbangan sipil internasional maka ketentuan khusus yang dapat digunakan sudah pasti Konvensi Chicago 1944. Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa dapat dilihat dalam pasal 84,85,86,87 dan 88. Ketentuan pasal 84 konvensi menyatakan apabila ketidaksepahaman terjadi mengenai interpretasi dan pelaksanaan konvensi serta annex-nya maka hal tersebut dapat diselesaikan melalui dewan ICAO.
Mengenai larangan terbang yang diberlakukan secara unilateral oleh Uni Eropa terhadap pengangkut dari Indonesia, hal ini tidak termasuk dalam hal perbedaan interpretasi dan implementasi dari konvensi dan annex-nya. Jika demikian maka penggunaan ketentuan penyelesaian sengketa dalam konvensi Chicago 1944 tidak dapat diberlakukan dalam sengketa di atas.
Penyelesaian sengketa yang utama sudah pasti adalah melalui negosiasi. Negosiasi yang telah dilakukan selama ini belum membuahkan hasil dicabutnya larangan terbang tersebut. Indonesia harusnya mengajukan keberatan kepada ICAO, sebab Indonesia sedang berusaha untuk memperbaiki sistem keselamatan penerbangang sipilnya. Komitmen tersebut dapat terlihat dengan jelas dalam deklarasi yang dilakukan antara Indonesia dengan ICAO di Bali tanggal 2 Juli 2007. Indonesia kemudian meminta kepada ICAO untuk meminta nasihat hukum kepada mahkamah internasional, apakah tindakan unilateral Uni Eropa dapat dibenarkan. Alasan yang dapat dikemukakan oleh Indonesia adalah bahwa dengan adanya larangan tersebut maka Indonesia khususnya pengangkut Indonesia mengalami kerugian secara ekonomis, mengganggu lalu lintas orang dan barang, melanggar prinsip “equality” dan “opportunity”.
Usaha tersebut merupakan sesuatu yang mungkin dapat dilakukan Indonesia selain juga harus memperbaiki sistem keselamatan penerbangan sipil komersil. Hal tersebut perlu dilakukan karena apabila larangan terbang tersebut dibiarkan berlarut-larut maka citra penerbangan sipil Indonesia menjadi buruk. Efek dari citra tersebut akan berdampak pada posisi Indonenesia dalam pergaulan masyarakat internasional.
Subscribe to:
Posts (Atom)